Hukum Berqurban

Sejarah Hukum Qurban

Qurban berasal dari bahasa Arab yaitu “qurban” yang artinya “dekat”. Idul Adha dan hari hari tasyriq sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Qurban identik dengan kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail. Dari kisah ini ada makna yang dapat kita pelajari bahwa makna tentang ke ikhlasan dan ketundukan pada perintah Allah SWT. Selain ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala, ibadah qurban juga memiliki faktor hablumminannas yakni memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar.

Qurban adalah ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah dan disisi lain membantu masyarakat yang kurang mampu untuk merasakan lezatnya daging qurban. Dengan demikian, pengertian qurban tersebut akan sangat erat berkaitan dengan ternak sembelihan yang berkualitas terbaik. Pada waktu zaman Nabi Ibrahim AS yang merupakan sejarah awal terjadinya qurban. Di mana saat prosesi penyembelihan itu Allah SWT mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor domba yang besar.

Riwayat Islam

Demikian juga qurban sudah di praktekkan umat manusia sejak zaman Nabi Adam AS, Nabi Idris AS, Nabi Nuh AS, Nabi Musa AS, qurban Bani Israil, Nabi Zakariya AS dan Nabi Yahya AS dan qurban pada Bangsa Yahudi, Nasrani, Bangsa Arab sampai zaman Nabi Muhammad SAW yang mana ternak sembelihan harus sehat dan besar.

Jundab berkata, “Nabi shalat pada hari Nahr kemudian berkhutbah. Setelah itu, Nabi menyembelih kurban dan bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat ‘Ied, maka sembelihlah lagi binatang yang lain sebagai penggantinya. Dan barangsiapa yang belum menyembelih, maka sembelihlah dengan nama Allah””. (Di riwayatkan Al Bukhari pada kitab ke-13 Kitab Dua Hari Raya, Bab ke-23, Bab Pembicaraan Imam dan Orang-Orang Dalam Khutbah ‘Ied).

“Maka sembelilah dengan nama Allah. “Yaitu dengan Sunnah Allah atau dengan mencari berkah dengan nama Allah. Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah, berdasarkan hadits Riwayat Muslim yang marfu’. “Barangsiapa melihat hilal Dzul Hijjah lalu ia hendak ber-qurban, maka tahanlah rambut dan kuku-kukunya”.

Dengan demikian, kata “hendak” ini menunjukkan bahwa ber-qurban hukumnya tidak wajib.

Scroll to Top